Cadangan devisa pada ketiga negara ini berkurang sebesar masing-masing 63 miliar dollar AS, 57 miliar dollar AS, dan 14 miliar dollar AS pada Februari 2009 dibandingkan angka tertingginya tahun 2008. Pada masa krisis keuangan menimpa lembaga keuangan Lehman Brothers, kecukupan cadangan devisa Asia menjadi ujian serius bagi ketahanan sistem keuangan di Asia.
Indeks bursa saham global meningkat. Indeks Rata-rata Industri Dow Jones (DJIA) dan FTSE 100 meningkat 59 persen dan 51 persen pada pertengahan Desember 2009 dibandingkan titik terendahnya bulan Maret 2009. Ketahanan ekonomi Asia yang lebih baik meningkatkan indeks saham di Asia lebih tinggi.
Indeks Hang Seng dan Straits Times naik berturut-turut 91 persen dan 93 persen dibandingkan titik terendahnya dalam bulan Maret 2009. Imbal hasil obligasi jangka panjang dan credit default swap yang melonjak tinggi pada masa krisis keuangan Lehman Brothers kembali pada tingkat yang normal.
Ekonomi negara-negara Asia yang melambat dan menurun hingga triwulan I-2009 mulai membaik. Produk domestik bruto (PDB) China pada triwulan III-2009 tumbuh 8,9 persen (dibandingkan periode sama tahun sebelumnya/y-o-y), lebih tinggi daripada triwulan I dan II-2009 (6,1 persen dan 7,9 persen). Demikian juga ekonomi India pada triwulan III-2009 tumbuh 7,9 persen (y-o-y), lebih tinggi daripada dua triwulan sebelumnya (5,8 persen dan 6,1 persen).
Ekonomi Korsel dan Singapura pada triwulan III-2009 sudah tumbuh positif masing-masing 0,6 persen setelah tiga dan empat triwulan sebelumnya tumbuh negatif (y-o-y). PDB Jepang pada triwulan II dan III- 2009 tumbuh 0,7 dan 0,3 persen sehingga penurunan tahunannya berkurang menjadi 5,1 persen (y-o-y) lebih rendah dibandingkan triwulan I-2009 (8,6 persen, y-o-y).
Kawasan Amerika Utara dan Uni Eropa pada triwulan III-2009 secara teknikal keluar dari resesi pada triwulan III- 2009. Ekonomi AS tumbuh 2,8 persen (dibandingkan triwulan sebelumnya/q-t-q, angka tahunan) atau 0,7 persen (q-t-q), setelah enam triwulan berturut-turut tumbuh negatif. Dalam triwulan III-2009, Uni Eropa tumbuh 0,3 persen (q-t-q) setelah lima triwulan berturut-turut tumbuh negatif.
Harga komoditas primer yang menurun tajam membaik kembali. Indeks harga komoditas dunia yang merosot 56 persen antara bulan Juli 2008 dan bulan Februari 2009, pada bulan November 2009 sudah meningkat 43 persen dibandingkan Februari 2009.
Pengurangan produksi yang sebelumnya dilakukan untuk mengantisipasi penurunan ekonomi dunia yang tajam, gerak balik dari ekonomi Asia yang sangat membutuhkan komoditas primer, termasuk minyak mentah, serta kondisi stok yang menipis telah mendorong harga komoditas pulih lebih cepat dari yang diperkirakan.
Secara keseluruhan, ekonomi dunia tahun 2010 diperkirakan lebih baik dan keluar dari resesi. Ekonomi dunia tahun 2010 diperkirakan tumbuh 3,1 persen (World Economic Outlook IMF, Oktober 2009), lebih tinggi dari 2,5 persen. Ambang kondisi ekonomi dunia digolongkan sebagai resesi global dengan beberapa catatan.
Pertama, ekonomi dunia tahun 2010 masih dalam proses pemulihan secara bertahap. Meskipun terdapat ekspektasi bahwa kepercayaan terhadap ekonomi AS dan Eropa akan membaik, sumber pertumbuhannya belum menunjukkan peningkatan yang kuat.
Sampai dengan triwulan III- 2009, kecuali pengeluaran pemerintah, konsumsi masyarakat dan investasi yang merupakan unsur penting penggerak ekonomi dalam negeri masih turun 0,1 persen dan 25,3 persen (y-o-y). Investasi residensial masih turun 18,8 persen (y-o-y) sejak tahun 2006.
Dinamika sumber pertumbuhan ekonomi Jepang juga relatif hampir sama dengan AS. Beberapa negara Uni Eropa pada triwulan III-2009 masih mengalami resesi, seperti Inggris, Spanyol, Yunani, Siprus, Hongaria, dan Romania.
Pemulihan ekonomi di kawasan Amerika dan Eropa akan ditentukan oleh interaksi antara efektivitas ekspansi fiskal dan berjalannya kembali fungsi intermediasi keuangan yang sangat penting bagi pemulihan tingkat kepercayaan usaha dan peningkatan daya beli masyarakat di negara-negara maju.
Dengan karakteristik ekonomi Asia yang berorientasi ekspor, kemampuan Asia untuk tumbuh tinggi pada tahun 2010 nantinya akan dipengaruhi pemulihan negara maju. Pada tahun 2008, ekonomi AS dan Uni Eropa masih mempunyai peran sebesar 46 persen dan semua negara maju sebesar 69 persen terhadap ekonomi dunia.
Dalam kaitan itu, dukungan perdagangan dunia yang sehat merupakan faktor penting dalam mendorong ekonomi Asia tumbuh lebih baik dan ekonomi negara maju pulih lebih cepat. Kedua, dalam proses pemulihan ekonomi dunia ini, berbagai sentimen negatif di tingkat global tetap berpotensi timbul.
Kemungkinan terjadinya penurunan tingkat kepercayaan yang drastis di AS dan Eropa antara lain karena ketahanan fiskal yang menurun, terjadinya gagal bayar yang berpengaruh luas terhadap pemulihan krisis keuangan global, berlanjutnya situasi kredit yang ketat (credit crunch) di negara-negara industri paling maju, dan berbagai sentimen negatif lainnya dapat memengaruhi kembali kepercayaan dan ketahanan keuangan global serta pemulihan ekonomi dunia.
Di sini kita melihat ketahanan sistem keuangan, kepercayaan terhadap nilai tukar mata uang, serta kecukupan devisa, khususnya bagi negara berkembang, sangat penting tetap dijaga di samping efektivitas dari kebijakan fiskal yang ditempuh.
Di tingkat global, agenda untuk menyehatkan sistem keuangan dunia tetap perlu dilanjutkan agar krisis keuangan global tidak terulang lagi pada masa mendatang.
Ketiga, dengan ekonomi dunia yang mulai pulih, pergerakan harga komoditas, terutama energi, membutuhkan perhatian yang besar. Pertumbuhan ekonomi Asia yang lebih baik berpotensi mempercepat peningkatan kembali harga komoditas, terutama harga minyak mentah dunia.
Harga komoditas yang sangat responsif terhadap pertumbuhan ekonomi Asia, yang banyak membutuhkan bahan baku dan energi, membutuhkan perhatian serius bagi kebijakan global dan masing-masing negara untuk meningkatkan ketahanan energi dan stabilitas harga. (sumber : kompas.com)
0 komentar:
Posting Komentar